PSN Sawit Dinilai Rampas Hak Ulayat, Keret Imbiri Bergerak

Penyerahan pernyataan sikap masyarakat adat Keret Imbiri oleh Onesimus Imbiri kepada Wakil Ketua III DPRK Waropen, disaksikan anggota DPRK dan perwakilan masyarakat adat. (Ft: Tamrin/mepago.co)

WAROPEN | MEPAGO.CO – Puluhan masyarakat adat Keret Imbiri dari Suku Marana Raune mendatangi Kantor DPRK Waropen, Rabu (16/12/2025), untuk menyatakan penolakan keras terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa perkebunan kelapa sawit seluas 127 hektare di Hutan Adat Gaigar, yang dinilai sebagai ancaman serius terhadap hak ulayat, kelestarian hutan, dan keberlangsungan hidup masyarakat adat.

Kedatangan masyarakat adat Keret Imbiri diterima langsung oleh pimpinan dan anggota DPRK Waropen, baik dari jalur partai politik maupun jalur pengangkatan, dalam pertemuan resmi yang berlangsung di ruang rapat DPRK Waropen.

Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua DPRK Waropen, Yennike Dippan, S.Sos, didampingi Wakil Ketua III Simson Boari, serta anggota DPRK Nixon Yenusi, Erny Watopa, dan Yetro Boari.

Yusak Imbiri tampak berdiri saat menyampaikan maksud kedatangan masyarakat adat Keret Imbiri saat pertemuan dengan pimpinan dan anggota DPRK Waropen dan Onesimus Imbiri membacakan pernyataan sikap penolakan masyarakat adat Keret Imbiri dalam rapat bersama DPRK Waropen. (Ft: Tamrin)

Dalam forum itu, Onesimus Imbiri Maisori, perwakilan Keret Imbiri Suku Marana Raune, secara tegas menyampaikan pernyataan sikap penolakan pemanfaatan Hutan Adat Gaigar untuk kepentingan PSN.

Ia menekankan bahwa hutan bukan sekadar lahan ekonomi, melainkan urat nadi kehidupan masyarakat adat, yang menyediakan pangan, air, tempat tinggal, obat-obatan, serta ruang hidup bagi generasi kini dan mendatang.

“Hutan Gaigar adalah warisan leluhur kami Keret Imbiri yang kami jaga turun-temurun. Di sanalah kami hidup sebagai pemilik sah hak ulayat Kampung Gaigar,” tegas Onesimus.

Menurutnya, rencana PSN perkebunan kelapa sawit tersebut merupakan bentuk deforestasi dan perampasan tanah adat, yang berpotensi merusak ekosistem hutan serta memicu ketidakstabilan sosial dan ekonomi masyarakat adat yang sepenuhnya bergantung pada alam.

Penolakan ini dipicu oleh adanya kegiatan tata batas areal usaha pada 11–25 November 2025, yang dilakukan oleh dua perusahaan, namun sempat dihentikan sementara setelah mendapat penolakan dari masyarakat adat.

Dua perusahaan tersebut adalah PT Wana Rimba Nusantara dengan luas areal usaha sekitar 99.883 hektare, serta PT Lestarikan Bumi Papua dengan luas areal usaha sekitar 28.178 hektare di Kabupaten Waropen.

Masyarakat adat Keret Imbiri menegaskan bahwa sikap penolakan mereka merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua, khususnya Pasal 43, yang mewajibkan negara mengakui dan melindungi hak ulayat masyarakat adat.

“Tanah adat bukan tanah negara. Negara hanya mengatur dan melindungi, bukan mengambil alih hak milik masyarakat adat,” ujar Onesimus.

Suasana pertemuan pimpinan dan anggota DPRK Waropen saat menerima aspirasi masyarakat adat Keret Imbiri di ruang rapat DPRK. (Ft: Tamrin)

Dalam pernyataan sikapnya, masyarakat adat Keret Imbiri menegaskan penolakan total terhadap izin PSN di atas tanah ulayat Gaigar, menyatakan tanah adat hanya untuk ruang hidup generasi mendatang, serta mengutuk keras pihak mana pun yang mengatasnamakan Keret Imbiri untuk bernegosiasi atau mengambil keuntungan dari proyek tersebut.

Sementara itu, Yusak Imbiri menyampaikan bahwa kedatangan mereka ke DPRK Waropen bertujuan menuntut perlindungan politik dan hukum, serta memastikan keberpihakan DPRK terhadap masyarakat adat.

Setelah pernyataan sikap diterima Pimpinan DPRK Waropen, pertemuan ditutup dengan komitmen DPRK untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat adat sesuai kewenangannya.

 

Penulis: Tamrin Sinambela

Editor: Tamrin Sinambela

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *