Undangan Pilkada, Simbol Demokrasi yang Ternodai di Yapen

Oleh: Tamrin Sinambela/Wartawan Utama

SERUI | MEPAGO,CO – Pilkada adalah simbol demokrasi, sebuah proses yang membuka ruang bagi masyarakat untuk menentukan arah masa depan daerahnya. Namun, di Kabupaten Kepulauan Yapen, khususnya Kota Serui, kisah Pilkada kali ini justru menampilkan fenomena unik yang menyita perhatian.

Banyak masyarakat mengeluhkan tidak menerima undangan untuk memilih, meskipun ini merupakan prosedur dasar yang menjadi tanggung jawab utama penyelenggara pemilu. Anehnya, Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tampak menganggap hal ini sebagai masalah kecil. Seolah-olah, absennya distribusi undangan dianggap hal lumrah yang tak perlu ditindaklanjuti.

Lebih ironis lagi, beberapa petugas yang bertugas membagikan undangan mengaku tidak tahu alamat rumah pemilih. Akibatnya, pada malam menjelang hari pencoblosan (H-1), banyak undangan masih tertahan di tangan petugas. Pertanyaan besar pun muncul: apakah ini hanya ketidaksiapan teknis, atau ada persoalan yang lebih dalam?

Saat hari pencoblosan tiba, fenomena janggal semakin mencuat. Beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) melaporkan jumlah suara yang terpakai cukup tinggi, meskipun banyak warga mengaku tidak menerima undangan. Hal ini menimbulkan dugaan serius: siapa sebenarnya yang menggunakan hak pilih tersebut?

Keadaan ini mencederai nilai demokrasi yang seharusnya menjunjung keterbukaan dan keadilan. Ketidakjelasan dalam distribusi undangan tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga membuka peluang manipulasi suara, baik disengaja maupun tidak.

Kasus ini menyoroti lemahnya profesionalisme penyelenggara pemilu di PPS dan KPPS, sebagai ujung tombak pelaksanaan Pilkada, tampaknya belum menunjukkan integritas yang memadai dalam menjalankan tugasnya.

Masalah distribusi undangan yang diabaikan, ketidaktahuan petugas akan alamat pemilih, hingga kurangnya respons terhadap keluhan masyarakat menunjukkan adanya celah besar dalam tata kelola pemilu di Yapen.

Fenomena ini mengajukan banyak pertanyaan: apakah masalah ini murni akibat ketidaksiapan teknis, lemahnya pengawasan, atau bahkan disengaja? Untuk mendapatkan jawabannya, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan Pilkada di Yapen. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *