Direktur Penguatan Kapasitas Aparatur Negara, Ditjen Instrumen dan Penguatan HAM — Novie Soegiharti — bersama Bupati Waropen Drs. Fransiscus Xaverius Mote, M.Si saat menabuh tifa didampingi Wakil Bupati Yowel Boari, Ketua Panitia Mubes Andre Wonatorey, Ketua DPRK Yennike Dippan, Sekretaris Dewan Adat Papua, Kakanwil Hukum dan HAM Papua, serta unsur Forkopimda Waropen sebagai tanda resmi dibukanya Mubes Ke-IV Masyarakat Adat Waropen di Lapangan Elias Papryndei, Rabu (26/11/2025.
WAROPEN | MEPAGO.CO – Musyawarah Besar (Mubes) Ke-IV Masyarakat Adat Waropen resmi dibuka oleh Kementerian Hukum dan HAM RI melalui Direktur Penguatan Kapasitas Aparatur Negara, Direktorat Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM, Novie Soegiharti, pada Rabu (26/11/2025) di Lapangan Elias Papryndei. Pembukaan ditandai dengan penabuhan tifa bersama Bupati Drs. Fransiscus Xaverius Mote, M.Si, didampingi Wakil Bupati Yowel Boari, Ketua Panitia Mubes Andre Wonatorey, Ketua DPRK Yennike Dippan, Sekretaris Dewan Adat Papua, Kakanwil Hukum dan HAM Papua, serta unsur Forkopimda Waropen. Kegiatan ini dihadiri ratusan tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda, dan para pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Waropen.
Dalam sambutannya, Novie Soegiharti menyampaikan bahwa dirinya hadir mewakili Menteri Hukum dan HAM RI yang sejatinya ingin hadir langsung dalam momentum penting bagi masyarakat adat Waropen tersebut. Namun karena tugas negara yang tidak dapat ditunda, Menteri menugaskan dirinya untuk hadir dan menyampaikan salam hormat, salam hangat, serta apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh masyarakat adat Waropen.
Menurut Novie, penyelenggaraan Mubes bukan sekadar agenda seremonial, tetapi merupakan titik penting dalam penguatan hak-hak masyarakat adat, sekaligus komitmen untuk memastikan pembangunan daerah dilakukan dengan cara yang inklusif, bermartabat, dan berperspektif HAM.
“Saya banyak membaca perkembangan Kabupaten Waropen sebelum hadir ke sini. Saya sangat mengapresiasi karena banyak langkah pembangunan daerah mengandung nilai-nilai penghormatan terhadap hak asasi manusia, meskipun tidak selalu ditulis secara formal sebagai kebijakan HAM,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pelibatan seluruh masyarakat adat dalam proses pembangunan—pengakuan terhadap keberagaman suku, keret, kampung, wilayah pesisir hingga pedalaman—merupakan bentuk nyata penghormatan terhadap hak dasar masyarakat adat sebagai pemilik identitas, wilayah, dan budaya.
Novie juga menyoroti kemajuan Waropen dalam memberikan ruang kesetaraan, termasuk kehadiran perempuan dalam posisi kepemimpinan, seperti Ketua DPRK saat ini.
“Adat adalah sumber nilai dan kebijaksanaan. Jauh sebelum hukum negara ada, adat telah menjaga hubungan antara manusia, alam, dan leluhur. Karena itu masyarakat adat bukan objek pembangunan, melainkan subjek pembangunan,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa dalam perspektif HAM, masyarakat adat masuk kategori kelompok rentan bukan karena lemah, tetapi karena mereka memiliki kekayaan identitas dan hak turun-temurun yang rawan tergerus oleh arus pembangunan modern. Oleh sebab itu, setiap keputusan strategis pembangunan di Waropen harus menempatkan masyarakat adat sebagai bagian dari proses, bukan sekadar penerima manfaat.
Dalam penutupan sambutannya, Novie menyampaikan kesan mendalam atas ketenangan laut dalam perjalanan menuju Waropen, seolah alam dan leluhur turut menyertai penyelenggaraan Mubes.
“Waropen bukan hanya kaya sumber daya alam, tetapi juga kaya identitas budaya dan martabat masyarakat adat. Karena itu pembangunan Waropen harus maju, namun tetap berpijak pada akar budaya dan kearifan lokal.”
Dengan penuh sukacita ia menyatakan Mubes Ke-IV Masyarakat Adat Waropen resmi dibuka seraya berharap hasil Mubes dapat memperkuat posisi masyarakat adat dalam pembangunan daerah.
“Dengan mengucap Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Musyawarah Besar Ke-IV Masyarakat Adat Waropen Tahun 2025 secara resmi saya nyatakan dibuka. Tuhan memberkati kita semua.”
Penulis: Tamrin Sinambela
Editor: Tamrin Sinambela
