MEPAGO.CO-JAYAPURA- Wacana penghapusan tenaga honorer di seluruh Indonesia mulai tahun 2000 dan seterusnya, dikwatirkan memunculkan masalah, terutama di sejumlah wilayah di Provinsi Papua.
“Kalau dorang mau hapus tenaga honorer, menurut saya itu akan menimbulkan masalah. Justru sekitar 75 sampai 80 persen, yang aktif dan melayani masyarakat adalah tenaga honorer, khusus di bidang pendidikan dan kesehatan,” ujar Bupati Mamberamo Tengah (Mamteng) Ricky Ham Pagawak, SH, MSi, menjawab wartawan di Jayapura, Kamis 6 Februari 2020.
Dikatakan Ham, hal lain yang menghambat adalah formasi tenaga honor yang disiapkan pemerintah pusat kadang-kadang tak sesuai dengan apa yang diputuskan dan dibutuhkan pemerintah daerah.
Pemerintah daerah mengajukan jurusan- jurusan sesuai tenaga honorer yang ada. Tapi kadang-kadang dalam keputusan Menpan RB apa yang diminta tak dikeluarkan. Tapi anehnya justru jurusan lain yang dikeluarkan.
“Nah begitu pendaftaran dibuka saudara -saudara kita yang tadinya jurusannya lain tak bisa mendaftar, karena program sekarang tak bisa. Dia bisa mendaftar, kalau ada jurusan dan anehnya juga dibatasi oleh pusat,” katanya.
Lanjutnya, aturan ini berbeda dengan aturan sebelumnya. Dimana kebijakan dan kewenangan ada pada pemerintah daerah. Tapi kini sudah dibatasi, bahkan formasi pun sudah diatur oleh pusat. “Jadi misalnya 10 tenaga honorer, 2 dikhususkan untuk Non Papua dan 8 Orang Asli Papua atau OAP. Kalau 8 itu tak dilamar, ya itu gugur dan tak bisa pindahkan ke Non Papua,” tukasnya.
Ketika disinggung kebutuhan tenaga honorer, khususnya guru dan medis, menurut Bupati Ham, pihaknya masih membutuhkan cukup banyak tenaga honorer di bidang pendidikan dan kesehatan. Untuk tenaga honor, pihaknya menyiapkan anggaran sebesar Rp 12 miliar setahun bersumber, sumber dana dari dana Otsus membayar honor guru kontrak sebanyak 300- an orang.
Sedangkan tenaga kesehatan sebesar Rp 9 miliar sampai Rp 10 miliar setahun, untuk membayar honor tenaga medis kontrak. Tapi ia tak menyebut jumlahnya tenaga honor tenaga medis.
Lebih lanjut dikatakan Bupati Ham, Pemkab Mamteng kini tengah membangun rumah sakit. Rumah sakit ini juga membutuhkan cukup banyak tenaga kesehatan. Hal ini sebagaimana kondisi yang dihadapi sebagian besar wilayah di Pegunungan dan juga Papua umumnya.
Persoalannya kini, terangnya, kalau ada wacana untuk menghapus tenaga honorer itu adalah kewenangan pemerintah pusat. Tapi yang penting saat ini pemerintah pusat menerima Calon Pegewai Negeri Sipil (CPNS) sebanyak -banyaknya sesuai dengan kebutuhan daerah.
Jumlah tenaga honorer di Pemkab Mamteng, kata Bupati Ham, untuk tenaga honorer di bidang pendidikan hampir 300 orang lebih. Sedangkamn untuk tenaga umum hanya 200 orang yang terserap di 34 Organisasi Pemerintahan Daerah (OPD).
“Itu juga sebenarnya masih kurang cuma karena kami juga tak bisa terima banyak, karena kemampuan keuangan dari APBD hanya Rp 900 miliar lebih atau belum mencapai Rp 1 triliun,” terangnya.
Karena itu, terangnya, walaupun masih membutuhkan banyak tenaga honorer. Tapi perlu menghemat, karena bidang yang lain pun butuh anggaran. ‘’Kami membutuhkan banyak tenaga honorer, tapi kemampuan kami sangat terbatas,’’ imbuhnya.
“Bukan hanya kasih masuk saja terus tak kerja dan tak memberikan kontribusi balik kepada daerah. Jadi orang yang diterima honor itu untuk kepentingan dan kebutuhan daerah,” tukasnya. (***)
Editor : Robin Sinambela