Kapolres Yapen AKBP. Fahmi (tengah) saat memimpin mediasi terhadap sengketa lahan Tanah Depot Pertamina Serui oleh keluarga Tanawani dengan Pertamina, sebelah kanan Dandim Letkol Catur, Asisten II Bidang Perekonomian Sekretaris Daerah, Oktovianus Ayorbaba, sebelah kiri Kapolres yaitu Ketua Komisi B DPRD Yapen Adey Yulen Banua, SH dan Asdatun Kejati Papua, Suhendra, SH. (Foto: Andre/Mepago.Co)
MEPAGO,CO. YAPEN – Guna menengarai pemalangan terhadap depot Pertamina Serui oleh keluarga Tanawani belum lama ini, Polres Kepulauan Yapen selenggarakan mediasi.
Mediasi Polres Kepulauan Yapen antara masyarakat adat Tanawani dengan PT. Pertamina Fuel Terminal Serui berjalan aman dan kondusif, di GOR Polres, Rabu 8 Juni 2022.
Mediasi dipimpin Kapolres Yapen AKBP Ferdyan Indra Fahmi dihadiri Pemkab Yapen,. Dandim Letkol Catur, Asdatun Kejati Papua, Ketua Komisi B DPRD Yapen bersama para anggota DPRD, tim Pertamina, pegawai Pertanahan, keluarga Tanawani, para perwira Polres, Pasi Ops Kodim 1709/Yawa, Kasi Intel Kejari Serui.
Tujuan Pertemuan ini adalah untuk membahas status kepemilikan hak Ulayat Tanah yang dibangun Terminal Fuel Serui.
Kapolres Kepulauan Yapen, AKBP Ferdyan Indra Fahmi dalam arahannya mengatakan bahwa selaku Forkompinda, pihaknya berkewajiban melayani dan mendengarkan aspirasi dari masyarakat, seperti sengketa lahan tanah Depot Pertamina Serui oleh keluarga Tanawani.
Selama aspirasi itu ada keinginan dari masyarakat disampaikan secara tertib dan tidak menggangu kepentingan lain, Polres siap mendampingi dan mengawal serta mendukungnya, ungkap Kapolres.
Dirinya memberikan apresiasi kepada keluarga Tanawani yang bisa menjaga situasi Kamtibmas tetap aman dan kondusif.
“Selama menyampaikan aspirasi kita harus menghargai kepentingan orang banyak. Yang menjadi subtansi nya adalah bisa menemukan kesepakatan bersama,” akunya.
2 Kubu Keluarga Tanawani, dihadirkan dalam pertemuan tersebut, yaitu kubu Mesak Adolof Tanawani dan Kubu Hermanus Tanawani.
Kedua kubu menyampaikan Tuntutan Ganti Rugi Penggunaan Hak Ulayat Keluarga Tanawani Oleh PT. Pertamina Persero sejak tahun 1979. Sehingga selama 43 tahun penggunaan lahan ini tertuang dalam Sertifikat HGB yang adalah Dasar Hukum yang diklaim Oleh Pertamina.
Sementara dari Tim Pertamina telah mendengar harapan terkait hak adat. Dijelaskan bahwa pada intinya harapan ini akan di wujudkan realisasinya. Dirinya Jelaskan bahwa saat ini sertifikat HGB masih berlaku sehingga keluarga harus mengajukan pembatalan HGB melalui Pengadilan ataupun diajukan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang. Pertamina juga akan patuh dan tunduk
[8/6 23.20] .: kepada tuntutan keluarga pemilik Ulayat.
Terkait dengan Sengketa Tanah ini, ada 3 Poin Penting yang dinyatakan lewat Pernyataan Sikap Oleh PT. Pertamina Persero. Antara lain :
1. Penguasaan lahan berdasar Sertifikat Hak Guna Bangunan sejak 1994 merupakan produk pemerintah yang aktif dan masih berlaku, serta digunakan sebagai dasar Kekuasaan bagi Pertamina untuk melakukan pembangunan diatas lahan tersebut.
2. Selama sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut masih SAH dan dipakai oleh PT.Pertamina, maka tidak ada alasan yang mendasar bagi Pertamina untuk melakukan Pembayaran ganti rugi lahan seluas 2250 Meter Persegi.
3. Pertamina akan membayar ganti rugi lahan berdasarkan perintah dan dasar hukum yang diberikan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara Asisten II Setda Yapen, Oktavianus Ayrbaba mengatakan bahwa hasil mediasi akan ia laporkan kepada Bupati Kepulauan Yapen. Terkait dengan pelayanan Pertamina adalah vital sehingga harus disikapi secara arif dan bijaksana sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. (***)
Penulis: Andre Woria
Editor: Tanrin Sinambela