KAPP Yapen Nilai Pokja ULP “Kongkalikong” Menangkan Tender

Roberth Ayomi Ketua KAPP Yapen

MEPAGO,CO. YAPEN – Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP) kabupaten kepulauan Yapen keluhkan persyaratan kualifikasi administrasi paket proyek tahun anggaran 2023 yang dikeluarkan kelompok kerja (Pokja) unit lelang pengadaan (ULP) dinas pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Akibatnya, pengusaha Orang Asli Papua yang tinggal di Yapen kalah lelang. Demikian ditegaskan Ketua KAPP Yapen, Roberth Ayomi kepada media online mepago.co, lewat sambungan telefon seluler, Jumat 4 Agustus 2023.

“Saya melihat kelompok kerja unit lelang pengadaan pemkab kepulauan Yapen tidak profesional menangkan tender,” ungkapnya.

Gagalnya pengusaha OAP Yapen untuk menangkan tender paket 2023, beber Roberth, disamping tidak ada keberpihakan persyaratan kualifikasi administrasi sebagaimana amanat Peraturan Presiden nomor 17, Peraturan Gubernur nomor 14 dan Peraturan Gubernur nomor 45 tentang keberpihakan kepada KAPP sebagai rekanan atau mitra dari Pemerintah. Alhasil, kontraktor dari luar Serui sebagai pemenang meskipun penawaran adalah tertinggi di kisaran 0-1 persen paker proyek dana DAK.

“Bunyi aturannya sangat jelas dalam memudahkan pengusaha OAP untuk ikut proses tender, Presiden dan Gubernur keluarkan peraturan. Tetapi peraturan tersebut kami pengusaha asli Papua tidak merasakannya. Justru persyaratan oleh Pokja ULP Plt. Kadis PUPR Yapen memberatkan kami pengusaha KAPP Yapen,” tandasnya, seraya menambahkan persyaratan tender tahun-tahun sebelumnya keberpihakannya kami pengusaha OAP sangat rasakan. Tetapi setelah adanya Plt. Kadis PUPR yang baru, regulasi kualifikasi persyaratan adminitrasi sangat menyulitkan kami sebagai pengusaha asli Papua yang ada di Yapen.

Atas nama KAPP Yapen, saya sangat sayangkan proses tender paket proyek tahun 2023 saraf “kongkalikong” dan semua hanya formalitas karena pemenang tender sudah diarahkan, akunya lagi.

Disinggung apakah dalam proses tender ada kerugian negara, Roberth Ayomi mengatakan dalam lelang tender paket proyek di Yapen, negara jelas rugi. Karena, beberapa paker sumber dana DAK, pemenang tendernya adalah penawaran tertinggi berkisar 0-1 persen, sedangkan peserta tender ada yang penawarannya mencapai 20 persen.

Bagaimana mungkin yang penawarannya tinggi bisa memberikan masukan yang banyak kepada negara, bila dibandingkan penawaran yang sampai 20 persen.

Intinya, negara lakukan lelang supaya ada pemasukan. Apabila rekanan melakukan penawaran berkisar 20 – 25 persen dari HPS, tentu uang yang didapat dari lelang semakin tinggi, akunya. Lantas, ini salah siapa dan dosa siapa?? Seperti sebuah lirik lagu. (***)

 

Editor: Tamrin Sinambela

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *