MepaGO,LAGUBOTI- Panti Karya Hephata Laguboti kabupaten Tobasa berdiri sejak 3 Desember 1923. Saat ini Panti Karya Hephata mengasuh 79 orang. Mereka dibimbing 36 guru dibantu karyawan. Tiga guru berstatus ASN diperbantukan pemerintah Kabupaten Tobasa. Selebihnya guru honor dan tenaga karyawaan yang ditempatkan oleh HKBP.
Hal itu disampaikan sekretaris Panti Karya Hephata, Marusaha Si Mamora didampingi Ely Maranatha Sibarani dan Pdt. Situmorang saat bincang-bincang dengan rombongan kunjungan kasih dari Papua, di ruang kerjanya, Senin (30/9) siang.
Kunjungan kasih ini dipimpin Bresman Sirait didampingi Robin Sinambela, Togu Manurung, K. Hutapea, Donal Marbun. ‘’Ya, kami sangat sedih. Tuhan maha baik, kami bisa melihat kehidupan saudara-saudara kita yang memiliki keterbatasan tinggal Panti Karya Hephata. Mudah-mudahan ada waktu kita lagi, kami akan datang kembali ke Panti Karya Hephata. Kita mengharapkan dukungan doa serta hati kita terpanggil untuk membantu saudara-saudara kita yang mengalami keterbatasan ini. Bantuan itu bisa berupa materi dan bantuan lainnya yang bisa meringankan beban mereka di Panti Karya Hephata ini,’’ kata Bresmas Sirait dengan wajah sedih.
Menurut Marusaha, penghuni Panti Karya Hephata terdiri dari 44 perempuan, 35 pria dan pengasuh serta karyaawaan sebanyak 36 orang. “Biasanya penghuni disini lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki,’’ kata Marusaha.
Untuk bidang pendidikan pemerintah kabupaten Tobasa memperbantukan 3 guru dan guru kontrak dari HKBP. Demikian juga tenaga administrasi dan karyawaan lainya adalah dari HKBP.’’ Jujur kita sesungguhnya tidak mampu membiayai kebutuhan hidup sehari-hari anak-anak yang memiliki keterbatasan di panti,” imbuhnya.
Panti Karya Hephata ini menurut dia adalah milik HKBP bermitra dengan pemerintah dalam hal ini, kementerian sosial, dinas sosial provinsi Sumatera Utara, dinas sosial kabupaten Tobasa. Namun demikian kata Marusaha, pihaknya juga terbuka menerima bantuan dari pihak ke 3. “Untuk membayar gaji guru perbulan, selain dibayar pemerintah, ada juga tambahan honor dari HKBP,” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa kendala yang dihadapi pihaknya yakni setelah anak-anak yang memiliki keterbatasan ini lulus dari Sekolah Dasar (SD) ketika mereka dikembalikan kepada orang tuanya untuk melanjutkan sekolah ke SMP.
Sayangnya banyak orang tua, setelah anaknya lulus SD orang tua enggan membawa anaknya kembali bergabung ke rumahnya. Artinya, orang tua lebih senang anaknya dititip untuk tetap tinggal Panti Karya Hephata. ‘’Kadang kita kasihan lihat anak-anak. Ada orang tua setelah mengantar anaknya ke Panti Karya Hephata. Ada orang tua yang enggan datang melihat bagaimana kondisi anaknya di Panti Karya Hephata,’’ ujarnya dengan wajah sedih.
Meski demikian pihaknya tidak pernah mengeluh, bilamana ada orang tua tidak bersedia membawa anaknya kembali ke rumahnya. Sesui dengan visi Panti Karya Hephata terwujudnya para difabel/penyandang disabilitas yang berdaya secara holistic, mandiri dan inklusif. Maka pihaknya tetap membina mereka sesuai dengan keahlian yang mereka miliki Panti Karya Hephata.
‘’Anak-anak yang tidak kembali ke orang tuanya. Selama di Panti Karya Hephata kita selalu bina dan mengajarkan cara bercocok tanam, melukis dan membuat ukir-ukiran, sesuai dengan keahlian mereka. Kita butuh uluran tangan, di Panti Karya Hephata kita tidak tetapkan biaya dari orang tua, tapi kita harapkan ada kontribusi dari orang tua,’’ tukasnya.
Dari pantauan media MepaGO.co guru-guru yang mengajar dengan penuh kesabaran membingbing anak-anak yang memiliki keterbatasan ini. Tanpa mengeluh mengajar anak-anak disekolah. Setelah selesai belajar, anak-anak ini diajari cara bercocok tanam. Anak-anak yang masuk Panti Karya Hephata adalah anak-anak yang memiliki keterbatasan. Ada juga anak-anak yang diperkosa, korban kekerasan, distabilitasi berkebutuhan khusus, tuna daksa, tuna runggu, tuna wicara , tuna ganda. (bela)
Editor : Robin Sinambela