Oleh: Tamrin Sinambela
Di ambang pelaksanaan Pemilihan Umum, sebuah ujian integritas yang signifikan mengemuka, tergambar dalam penampakan alat peraga kampanye (APK) salah satu calon anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Yapen yang masih berkibar di Alun-alun Kota Serui.
Ruang publik yang seharusnya telah bersih dari atribut kampanye selama masa tenang ini menjadi simbol ketidakpatuhan yang meresahkan. Keberadaan APK ini bukan hanya mempertanyakan netralitas dan kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), tetapi juga membuka celah keraguan pada seluruh proses demokrasi yang kita junjung tinggi.
Keseriusan dalam menjaga keadilan dan kejujuran pemilu adalah pondasi utama bagi demokrasi yang kuat. Namun, ketika entitas yang bertugas mengawal integritas pemilu terkesan lemah dan tak mampu bertindak atas pelanggaran yang terjadi terang-terangan, ini menimbulkan pertanyaan besar:
Jika penyelenggara pemilu tak mampu menjalankan fungsi mereka dengan adil dan tegas, kepada siapa lagi kita harus berharap keadilan tersebut akan ditegakkan?
Kasus APK di Serui harus segera direspons sebagai lebih dari sekadar pelanggaran aturan kampanye; ini adalah soal kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi.
Tindakan tegas harus diambil tidak hanya untuk menegakkan hukum, tapi juga untuk menegaskan kembali komitmen terhadap pemilu yang bersih dan adil. Pihak KPU dan Bawaslu harus bergerak cepat untuk menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya kejadian serupa di masa yang akan datang.
Momen ini harus dijadikan kesempatan oleh semua stakeholder, termasuk calon legislatif, partai politik, dan pemilih, untuk bersatu memastikan pemilu berlangsung dalam kondisi yang sehat dan netral.
Keseriusan dan kecepatan tanggap dalam menangani masalah ini akan menjadi barometer bagi publik dalam menilai kredibilitas proses demokrasi di Kepulauan Yapen. Kita semua berhak atas pemilu yang jujur dan adil.
